Pemrograman Bangunan Gedung Hijau (Bagian 2 dari 7 tulisan)

Seperti yang pernah saya sampaikan pada tulisan saya sebelumnya, PEMROGRAMAN adalah proses awal mula sebuah BGH didirikan. Meskipun pada tahap ini sebuah BGH belum hadir secara fisik, namun tahap pemrograman adalah tahap dimana sebuah BGH "dibayangkan/dikonsepkan" oleh pemilik bangunan dan perencana bangunan.
Persyaratan tahap pemrograman terdiri atas pemilihan tapak, pemilihan obyek bangunan gedung yang akan ditetapkan sebagai BGH, penetapan tingkat kinerja BGH sesusai kebutuhan, penetapan metode penyelenggaraan proyek (project delivery system) dan pengkajian ulang kelayakan BGH.

1. Kesesuaian tapak
Pembangunan BGH harus sesuai dengan peruntukan lahan yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata bangunan. Jika bangunan anda menyalahi aturan RTRW atau RTBL setempat maka bangunan anda tidak akan mendapatkan kategori hijau dari otoritas penilai BGH. Pengecekan kesesuaian RTRW dapat anda lakukan ketika mengajukan IMB (nanti pada tahap perencanaan atau pelaksanaan pembangunan) atau bisa lebih dini anda lakukan pada saat pemrograman dengan mendatangi kantor OPD yang membidangi perizinan atau membidangi urusan tata ruang di kota anda.
Penyesuaian rencana lokasi BGH dengan Peta Tata Ruang.
Photo by Kaboompics

BGH diselenggarakan pada lahan yang telah memiliki pengaturan mengenai peruntukan lahan makro sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan serta pengaturan lahan mikro yang meliputi :
a) peruntukan lantai dasar, lantai atas dan lantai besmen dan
b) peruntukan lahan tertentu (berkaitan dengan konteks lahan)

Penyelenggaraan BGH dilakukan dengan mengedepankan keseimbangan sosial, ekonomi dan lingkungan serta memiliki kinerja yang terukur dalam lingkup kawasan permukiman berkelanjutan pada tingkat :
a) kawasan RTBL khusus atau RTBL tematik
b) kawasan permukiman tradisional misalnya : banjar, nagari, gampong, dll
c) wilayah administratif RT, RW dan kelurahan
d) kesemuanya (a, b dan c) ditetapkan dalam peraturan bupati/walikota atau gubernur untuk wilayah DKI Jakarta.

2. Penentuan Obyek Bangunan Gedung Yang Akan Ditetapkan Sebagai BGH
Obyek bangunan yang akan dibangun adalah bangunan yang telah tercantum dalam dokumen rencana umum atau master plan pembangunan bangunan gedung atau obyek bangunan gedung yang ditetapkan sendiri oleh pemilik bangunan gedung.

3. Kinerja BGH Sesuai Kebutuhan
Tujuan pembangunan BGH harus ditetapkan beserta kriteria pencapaian kinerja yang terukur, realistis dan seusai kebutuhan.

Kriteria pencapaian kinerja BGH harus sesuai dengan peringkat sertifikat BGH yaitu utama, madya atau pratama sesuai sumber daya yang dimiliki.

Perlu dilakukan juga penetapan strategi, langkah dan jadwal untuk mencapai peringkat sertifikat yang telah ditetapkan.

4. Metode Penyelenggaraan BGH
Metode penyelenggaraan BGH terdiri dari tiga pilihan sesuai dengan sumber daya yang memungkinkan yaitu :

a) kinerja tinggi, biaya tinggi (high performance, high cost).  Metode ini dapat dipilih dalam kondisi luas tapak terbatas, bangunan berada di kawasan dengan intensitas tinggi atau gedung memiliki kebutuhan konstruksi bangunan diatas 8 lantai.  Metode ini memaksimalkan penggunaan teknologi dan sistem manajemen bangunan pintar (smart building) untuk mengatur efisiensi sumber daya yaitu beban biaya investasi dihitung sebanding dengan nilai pengembaliannya dalam periode wajar yang dapat diterima.

b) kinerja optimal, biaya optimal (optimum performance, optimum cost).  Metode ini dapat dipilih jika dalam kondisi luas tapak memadai, berada dalam kawasan intensitas sedang atau gedung masuk dalam kategori bangunan tidak sederhana dengan memiliki konstruksi bangunan 4 lantai hingga 8 lantai.  Metode ini dilakukan dengan menyinergikan pendayagunaan desain pasif untuk menghasilkan kinerja optimal sesuai dengan persyaratan.  Diharapkan investasi biaya yang dikeluarkan relatif rendah dibandingkan dengan investasi pembangunan melalui pemanfaatan teknologi secara maksimal.

c) kinerja optimal, biaya rendah (optimum performance, low cost).  Metode ini dapat dipilih dalam kondisi tapak yang luas memadai atau berlebih dengan intensitas kepadatan bangunan rendah atau kebutuhan konstruksi bangunan dibawah 4 lantai kecuali bangunan yang diperuntukkan bagi perdagangan/jasa dan hunian berkepadatan tinggi.  Kinerja bangunan mengutamakan disain pasif, pengelolaan tapak serta pengoptimalan penggunaan energi dan air.  Diharapkan investasi yang dikeluarkan dibawah nilai pengembaliannya dalam periode wajar yang dapat diterima.

Penetapan metode penyelenggaraan proyek (project delivery system) dapat berupa metode penyelenggaraan konvensional, metode rancang bangun atau metode lain yang terintegrasi.

Metode penyelenggaraan konvensional dapat berupa pemisahan antara tahap perencanaan teknis dengan tahap pembangunan konstruksi namun dengan tetap menggunakan penyedia jasa yang terlibat sejak tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan konstruksi dalam rangka pengendalian pembangunan.

Metode rancang bangun (design and build) atau metode lain yang terintegrasi dilakukan untuk menjamin keterpaduan antara hasil perencanaan dengan hasil pelaksanaan konstruksi.

5. Pengkajian Kelayakan BGH
Pengkajian kelayakan dilakukan dengan menetapkan konsepsi teknis awal, memilih teknologi yang akan digunakan dan merencanakan pembiayaan dengan pendekatan biaya siklus hidup (life cycle cost).

Pengkajian kelayakan dilakukan secara menyeluruh dari segi teknis, ekonomi, sosial dan lingkungan.

Itulah beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pada saat pemrograman BGH agar tahap selanjutnya yaitu tahap perencanaan dapat dilakukan dengan baik. Persyaratan BGH pada tahap perencanaan akan saya tuliskan pada tulisan ketiga pada bagian lain dari blog ini.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pemrograman Bangunan Gedung Hijau (Bagian 2 dari 7 tulisan)"

Post a Comment