Pentingkah Attitude Dalam Bingkai Kompetensi Kerja Tenaga Kerja Konstruksi?
Dunia
kerja saat ini adalah dunia kerja yang berbasis kompetensi. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) Kompetensi adalah : ”kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu)”.
Kementerian Tenaga Kerja mendefinisikan Kompetensi dalam dunia kerja sebagai
“penguasaan kemampuan kerja yang mencakup
pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai standar yang ditetapkan di tempat
kerja.” Tentu saja definisi ini sah adanya dikarenakan sudah melalui
saringan diskusi para ahli yang membicarakan hal ini sejak lama.
Kalau
kita lihat lebih dalam definisi kompetensi
kerja yang dibicarakan diatas mencakup tiga hal yaitu : (1) Pengetahuan/knowledge, (2) Keterampilan/skill dan (3) Sikap/attitude. Ketiganya adalah elemen paling penting dalam sebuah
kompetensi kerja.
Ketiga
unsur ini tentu saja harus mendapatkan pelatihan yang tepat. Kita sebut tepat karena
bisa saja ada pelatihan bagi ketiga unsur ini yang kurang tepat. Pelatihan yang
kurang tepat tidak akan kita bahas. Anda akan bisa menyimpulkan sendiri bagaimana
pelatihan yang tidak tepat itu pada akhir tulisan ini.
PROPORSI
Dalam
tulisan sebelumnya mengenai perbedaan tenaga ahli dan tenaga terampil saya telah memaparkan bahwa dalam sebuah
pelatihan, porsi skill dan knowledge ini berbeda. Pada sebuah
pelatihan ahli, unsur knowledge lebih
didahulukan karena seorang ahli diukur keahliannya dari penguasaan terhadap
ilmu pengetahuan. Ini berbeda dengan seorang tenaga terampil yang dalam
pelatihannya lebih mengemukakan unsur skill
karena memang kompetensi seorang tenaga terampil diukur dari kemampuannya
mengaplikasikan keterampilannya dalam bekerja.
Bagaimana
sebenarnya proporsi yang tepat mengenai ketiga unsur ini dalam sebuah pelatihan?
Dalam dunia kompetensi tenaga kerja kita mengenal adanya SKKNI (Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Setiap tenaga kerja di Indonesia dapat
disebut memiliki kompetensi jika memiliki standar kompetensi yang dikeluarkan
oleh Kementerian Tenaga Kerja ini. Dalam SKKNI dimuat berbagai unit kompetensi,
Elemen Kompetensi, Kriteria dan Indikator kompetensi. Namun dari sekian
parameter tersebut, yang terlihat jelas pengukurannya adalah unsur Skill dan Knowledge. Sementara unsur ketiga yaitu Attitude tidak mendapatkan bahasan yang cukup.
Dalam
sebuah pesan broadcast yang saya
terima ada seorang teman yang pernah tinggal di Australia mengatakan, masyarakat
disana cenderung lebih gelisah saat melihat anaknya tak bisa tertib dalam antrian
dari pada saat anaknya tak bisa matematika. Itu artinya, mereka menempatkan porsi
skill dan pengetahuan dalam urutan ke
sekian dalam hidup mereka dibandingkan dengan porsi Attitude.
POSISI
Lalu
bagaimana posisi attidude sendiri
dalam teori kompetensi dunia kerja kita? Jika melihat gambar diatas dapat kita
simpulkan bahwa Attitude, skill dan knowledge memiliki posisi yang sama. Sedangkan kompetensi adalah
irisan dari ketiganya. Saya menilai cara penggambaran seperti ini kurang tepat.
Attitude adalah “payung” bagi semua
aspek kehidupan kita. Dimanapun kita berada dan kapanpun kita berkarya maka attitude mengambil peran yang dominan.
Sehingga penggambarannya seharusnya menjadi seperti gambar dibawah ini.
Attitude
seorang tenaga kerja konstruksi wajib dimatangkan dalam proses memperoleh
kompetensinya. Apa jadinya sebuah pekerjaan yang rumit jika pekerja terampil
dan pekerja ahlinya malas-malasan? Apa jadinya nanti sebuah pekerjaan
pembangunan jembatan jika pekerja terampil dan pekerja ahlinya tidak akur? Untuk
menjawabnya mari kita lihat satu persatu bagaimana membangun attitude seorang pekerja konstruksi yang
berkompeten.
KRITERIA NILAI
Bagaimana cara menilai sebuah unit kompetensi bernama attitude? Untuk menjawabnya kita bisa mulai dengan mendefinisikan dulu apa itu attitude. Attitude dalam bahasa Indonesia kita sebut sebagai sikap. Yaitu sensitifitas
seseorang terhadap aspek-aspek di sekitar kehidupannya baik yang ditumbuhkan
karena proses pembelajaran maupun yang ditumbuhkan oleh lingkungan keluarga
atau masyarakat secara luas. Dengan kata lain Attitude adalah perbuatan
dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian & keyakinan.
Sikap
apa saja yang bisa diambil untuk dinilai sebagai sebuah unsur kompetensi?
1. Disiplin.
Seorang tenaga kerja terlatih harus dapat
menunjukkan hal positif ini sebagai tanda bahwa dirinya disiplin :
a. Menjalani
pembelajaran/pelatihan dengan kesungguhan.
b. Patuh
dan ta’at terhadap tata tertib belajar di kelas dan di tempat praktek.
c. Mengikuti
kegiatan pembelajaran di kelas dan di tempat praktek dengan gairah dan
partisifatif.
2. Ketelitian/ketepatan/Kecermatan
Dalam dunia kerja terutama dunia infrastruktur
seorang tenaga kerja terlatih wajib memiliki ketelitian ketepatan dan
kecermatan yang tinggi. Ini disebabkan obyek infrastruktur yang dibangun
biasanya adalah obyek besar dan memakan biaya banyak. Karenanya ketiga hal
dibawah ini wajib dipenuhi agar layak disebut tenaga kerja berkompeten:
a. Ketelitian (presisi) adalah kesesuaian diantara
beberapa data pengukuran yang sama yang dilakukan secara berulang. Tinggi rendahnya
tingkat ketelitian hasil suatu pengukuran dapat dilihat dari harga deviasi
hasil pengukuran.
b. Ketepatan (akurasi) adalah kesamaan atau kedekatan
suatu hasil pengukuran dengan angka atau data yang sebenarnya (true value/ correct result).
c. Kecermatan adalah kedekatan hasil uji
antara hasil yang diperoleh dengan nilai yang sebenarnya (true value) atau dengan nilai referensinya (Chown Chung Chan,
2004).
3. Kerapian
Seorang tenaga
kerja harus bisa dinilai berdasarkan keteraturan, kebaikan, keapikan, kebersihan,
ketertiban proses bekerjanya dan hasil kerjanya.
4. Kebersihan.
Kebersihan tempat kerja
sangat terkait dengan program sistim manajemen lingkungan. Dengan tempat kerja
yang bersih berarti lokasi kerja terbebas dari sampah-sampah, sehingga setiap
pekerja merasa nyaman dalam bekerja. Hal ini harus dimiliki oleh setiap
tenaga kerja yang diuji kompetensinya.
5. Kepatuhan terhadap SOP
Disebabkan level bahaya yang bisa dialami oleh
seorang tenaga kerja konstruksi, maka kepatuhan terhadap Standard Operational Procedure sangat penting diterapkan. Karenanya seorang tenaga kerja
konstruksi paling tidak harus :
1. Memahami SOP yang
berlaku
2. Mempertahankan
tertib SOP yang ada
3. Menegakkan SOP
dalam lingkungan kerjanya
6. Kepedulian sesama/Empati
Pekerjaan
konstruksi adalah hasil dari sebuah kerja tim. Karenanya Empati antara sesama pekerja
konstruksi wajib terbangun. Empati adalah kemampuan untuk merasakan keadaan
emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah teman
sekerja, dan juga bisa diartikan sebagai mengambil perspektif orang lain
dalam menghadapi masalah tertentu.
7. Semangat
Semangat
kerja seorang tenaga kerja konstruksi menunjukkan
sejauh mana dia bergairah dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya didalam
perusahaan tempat dimana mereka bekerja. Semangat kerja seorang tenaga kerja konstruksi juga dapat dilihat dari
kehadiran, kedisiplinan, ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan, gairah kerja
dan tanggung jawab.
Semangat
kerja adalah keinginan dan kesungguhan
seseorang tenaga kerja konstruksi untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik serta
berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal. Semangat kerja juga
merupakan sesuatu kondisi bagaimana seseorang karyawan melakukan pekerjaan
sehari-hari. Semakin tinggi semangat kerja maka akan meningkatkan produktivitas
kerja seorang tenaga kerja konstruksi.
Bisa
kita ambil kesimpulan bahwa semangat kerja seorang tenaga kerja konstruksi
menunjukkan sejauh mana dia bergairah dalam
melakukan tugas dan tanggung jawabnya di dalam perusahaan. Semangat kerja seorang tenaga kerja konstruksi dapat dilihat dari
kehadiran, kedisiplinan, ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan, gairah kerja
dan tanggung jawab.
8. Tanggung jawab
Pengertian tanggung jawab dalam Kamus Umum Bahasa Besar Indonesia adalah
keadaan dimana wajib menanggung segala sesuatu, sehingga berkewajiban
menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab
dan menanggung akibatnya
Adapun tanggung jawab secara definisi merupakan kesadaran manusia akan
tingkah laku atau perbuatan baik yang disengaja maupun yang tidak di sengaja.
Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban.
Seorang tenaga kerja konastruksi wajib dinilai kompetensinya berdasarkan
besarnya rasa tanggung jawab yang dapat dipikul atau diselesaikan olehnya dalam
suatu masa waktu tertentu atau dalam suatu item
pekerjaan tertentu
9. Kemauan belajar
Ini adalah kunci dari sebuah pelatihan tenaga
kerja yang berkompeten. Kemauan belajar pada hakikatnya adalah
kemauan atau keinginan untuk mengetahui segala bentuk hal yang tidak kita
ketahui. Namun adalah sebuah hukum dalam kehidupan bahwa seorang manusia itu
tidak akan bisa mengetahui segala hal yang ada.
Untuk meningkatkannya diperlukan latihan dan keinginan yang kuat dari dalam diri. Menyadari bahwa pengetahuan konstruksi yang kita miliki masih teramat dangkal mungkin akan dapat membantu kita menaikkan semangat untuk terus-menerus belajar dan meningkatkan kompetensi tanpa henti.
Untuk meningkatkannya diperlukan latihan dan keinginan yang kuat dari dalam diri. Menyadari bahwa pengetahuan konstruksi yang kita miliki masih teramat dangkal mungkin akan dapat membantu kita menaikkan semangat untuk terus-menerus belajar dan meningkatkan kompetensi tanpa henti.
Demikianlah
beberapa hal yang dapat dinilai berdasarkan kompetensi seorang tenaga kerja
konstruksi. Dalam SKKNI telah dikupas secara mendalam mengenai dua unsur
lainnya yaitu unsur SKILL dan unsur KNOWLEDGE. Namun, saya rasa jika unsur
ketiga ini (ATTITUDE) tidak mendapat
bahasan yang dalam, kedua unsur sebelumnya akan mentah dan tidak bisa dijadikan
parameter penuh bagi kompetensi seorang tenaga kerja konstruksi.
Salam
0 Response to "Pentingkah Attitude Dalam Bingkai Kompetensi Kerja Tenaga Kerja Konstruksi?"
Post a Comment