Penyelenggaraan Bangunan Gedung. The Way We Care About Our Building

Tulisan ini saya awali dengan sebuah pertanyaan besar : pelaksanaan Konstruksi Bangunan Gedung, apakah benar merupakan tahapan inti dari proses lahirnya sebuah bangunan?

Dalam proses lahirnya sebuah gedung, memang terlihat nyata bahwa tahap pembangunan merupakan tahap yang paling terlihat dan paling dapat dimonitor dengan mudah pelaksanaannya. Akan tetapi tahukah anda bahwa tahapan pembangunan bukanlah satu-satunya tahap yang dilalui oleh proses lifecycle sebuah gedung? Nah untuk memperjelasnya, mari kita baca artikel berikut ini. Bacanya perlahan dan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya yah...


Sebelumnya, marilah kita me rewind terlebih dahulu dasar hukum dari proses pembangunan sebuah bangunan gedung. Bangunan apapun itu yang berdiri di wilayah teritorial NKRI haruslah mengikuti sebuah regulasi yang ditetapkan pada tahun 2002. Wah sudah lama juga ya? Ya! Undang-Undang No 28 Tentang Bangunan Gedung ditetapkan di Jakarta oleh DPR RI tujuh belas tahun lalu yaitu pada Tahun 2002. Undang-undang ini dipakai sebagai dasar bagi gedung apapun yang dibangun di wilayah NKRI setelah tahun 2002. Peraturan Pemerintah yang menjabarkan gedung ini ditetapkan tiga tahun kemudian yaitu PP No 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Undang-undang ini paling tidak memuat lima hal besar yaitu : (1) Fungsi Bangunan Gedung, (2) Persyaratan Bangunan Gedung, (3) Penyelenggaraan Bangunan Gedung, (4) Peran Masyarakat dan (5) Pembinaan. Nah kalo bicara bangunan gedung, kelima hal diatas pasti melekat dalam indentitas sebuah bangunan gedung. Karenanya undang-undang ini beserta semua regulasi turunannya mutlak kita ketahui.

lima hal besar yang dibahas dalam UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yaitu : (1) Fungsi Bangunan Gedung, (2) Persyaratan Bangunan Gedung, (3) Penyelenggaraan Bangunan Gedung, (4) Peran Masyarakat dan (5) Pembinaan.
Kita kembali ke pertanyaan besar diatas : apakah benar pelaksanaan konstruksi bangunan adalah tahapan inti dari proses lahirnya sebuah bangunan? Untuk menjawabnya, mari kita telusuri lebih detail mengenai hal-hal yang telah diatur dalam UU No 28 Tahun 2002 tadi. Coba lihat point ke 3 mengenai Penyelenggaraan Bangunan Gedung. Dalam Penyelenggaraan Bangunan Gedung kita memiliki banyak hal yang harus kita perhatikan. Secara definisi, penyelenggaraan bangunan gedung adalah keseluruhan upaya penanganan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Sedangkan penyelenggara bangunan gedung terdiri atas pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, dan pengguna bangunan gedung. Jadi banyak pihak yang terlibat dalam eksistensi sebuah bangunan gedung, bukan hanya pemiliknya saja. Satu hal yang harus selalu diingat adalah penyelenggaraan bangunan gedung harus memenuhi persyaratan bangunan gedung (teknis dan adminsitrasi) sebagaimana diatur dalam UU Bangunan Gedung.

Kalau disimpulkan, kita akan punya tiga kata kunci dalam statement definisi diatas yaitu : 

Kata kunci (keywords) dalam definisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung
Untuk menyederhanakan jawaban atas pertanyaan diatas, tulisan ini hanya akan membahas detail tentang kata kunci pertama. Kata kunci kedua dan ketiga akan kita bahas dalam tulisan yang lain.

PEMBANGUNAN

Dalam proses lahirnya sebuah bangunan, tahapan perencanaan memegang peran yang sangat penting. Ya, tentu saja penting karena tanpa perencanaan yang baik sebuah bangunan (apalagi jika bangunannya kompleks atau bangunannya high rise building) akan mengalami banyak hambatan dalam proses konstruksinya. Ada beberapa tahap yang harus dijalani sebuah bangunan saat menjalani pembangunannya yaitu :

  1. Tahap Perencanaan

Undang undang terbaru mengenai jasa konstruksi menegaskan bahwa para perencana konstruksi baik bangunan gedung maupun non gedung harus memiliki sertifikat. Hal ini bukanlah dimaksudkan untuk memberatkan pemilik gedung namun justru untuk melindungi pemilik gedung dari kesalahan akibat human error para perencana. Di negera kita tercinta masih banyak orang yang memiliki pemahaman keliru mengenai aturan ini. Gedung yang direncanakan oleh perencana bersertifikat secara logika akan lebih terjamin keamanannya dari pada perencana yang tidak bersertifikat. Lalu, bagaimana caranya kita sebagai pemilik bangunan mengetahui seorang perencana memiliki sertifikat atau tidak? Nah untuk hal ini ada dapat menanyakannya langsung kepada yang bersangkutan atau mengecek legalitas sertifikatnya ke LPJK setempat.


Perencanaan gedung yang baik juga sebaiknya dilakukan dengan terlebih dahulu membuat Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan ada ikatan kerja antara owner bangunan gedung dengan sang perencana. Dengan membuat KAK kita bisa mencatat dengan baik keinginan dan kebutuhan kita akan bangunan tersebut. Sebuah KAK yang baik biasanya memuat tentang : latar belakang direncanakannya sebuah bangunan, lingkup perencanaan (terdiri dari durasi perencanaan, lokasi, metode/tahap perencanaan dan output perencanaan), sumber dan besaran dana perencanaan/pembangunan, nama pemilik bangunan, dll. Ikatan kerja juga butuh ditandatangani untuk kejelasan status antara owner bangunan dan perencana bangunan. Dengan ikatan kerja ini sang perencana-baik tenaga individual maupun badan usaha- lebih bisa mempertanggungjawabkan kasil karyanya kepada owner. Demikian juga pihak perencana akan lebih memperjelas status dan tahap pembayaran atas jasa perencanaan yang akan diterimanya.

Hasil akhir sebuah perencanaan adalah dokumen rencana teknis. Dokumen ini bisa terdiri atas laporan perencanaan, gambar rencana, metode pelaksanaan bahkan terkadang owner meminta agar perencana menyediakan hingga dokumen perawatan dan pemeliharaan.

Coba lihat lagi paragraf diatas. Pada kalimat yang mencantumkan lingkup kegiatan perencanaan saya ada menyebutkan tentang lingkup perencanaan. Apa saja itu? Lingkup perencanaan paling tidak harus memenuhi hal ini :
  1. Konsep. Konsep bangunan adalah ruh atau jiwa dari sebuah bangunan. Jangan sampai terjadi anda menginginkan bangunan anda terlihat kuno tapi dalam perencanaannya kemudian malah terlihat modern. Bisa saja terjadi anda ingin bangunan anda hemat energi namun dalam perencanaannya malah menjadi boros energi. Kemungkinan lain yang bisa juga terjadi adalah anda ingin bangunan anda jadi pusat kegiatan namun kemudian pasca pembangunan malah tidak dilirik orang sama sekali.
  2. Pra Rencana. Pada tahap ini sang perencana atau perancang akan memberi tahu anda mengenai sosok bangunan yang akan dibangun nanti. Dimensi, tampilan, material, konstruksi dan perkiraan biaya konstruksi sudah harus tergambar dalam tahapan ini.
  3. Pengembangan Rencana. Setelah Pra Rencana disetujui, perencana akan memulai disain dengan merencanakan struktur bangunan, material yang digunakan, mekanikal dan elektrikal yang menjadi kelengkapan bangunan.
  4. Detail Rencana. Sebuah bangunan membutuhkan gambar detail dalam pelaksanaan konstruksi nantinya. Detail ini penting untuk memastikan kontraktor pelaksana dapat mewujudkan bangunan persis seperti apa yang digambarkan oleh perencana. 
  5. Dokumen Pelaksanaan Konstruksi. Gambar-gambar dan proses pelaksanaan konstruksi baik material (jenis, ukuran dan sumbernya), metodologi maupun teknologi yang digunakan harus termuat pada tahap ini.
  6. Aanwijzing dan Evaluasi. Aanwijzing adalah sebuah kata dalam Bahasa Belanda yang artinya indikasi atau penunjukan. Kalau diartikan secara istilah, aanwijzing dalam sebuah tender adalah tahapan pemberian penjelasan dari owner (melalui badan/organisasi yang melelangkan pekerjaan) kepada para peserta pelelangan. Evaluasi atau proses menyaring pemenang dalam sebuah tender adalah tahap yang juga harus dikerjakan oleh seorang/sebuah badan usaha perencanaan. Dalam hal ini perencana tidak melakukan langsung tugas evaluasi melainkan bertugas menyusun dokumen yang dipakai oleh badan/organisasi yang melelangkan pekerjaan untuk melakukan evaluasi tender.
  7. Pengawasan berkala. Seorang atau sebuah badan usaha perencana harus ikut pula dalam pengawasan berkala. Pada proses konstruksi, seorang perencana akan diminta untuk mendampingi konsultan pengawas untuk melakukan pengawasan berkala sehingga apa yang direncanakan bisa sesuai dengan apa yang terbangun di lapangan.
  8. Petunjuk Pemanfaatan. Terkadang sebuah gedung memiliki disain yang begitu rumit, atau didisain dengan utilitas yang berteknologi tinggi yang hanya dipahami oleh perencananya. Akibatnya pada saat gedung dimanfaatkan dan seiring berjalannya waktu terjadi kerusakan pada elemen-elemen bangunan maka pengguna gedung tidak bisa atau tidak mampu memperbaikinya dengan segera. Karena itulah maka petunjuk pemanfaatan gedung harus bisa dilampirkan dalam sebuah disain bangunan. 
Contoh tahap pemberian penjelasan pada salah satu instansi pemerintah


Ada beberapa hal yang harus dilakukan perencanaannya oleh seorang konsultan perencana atau badan usaha perencana bangunan gedung yaitu : arsitektur, struktur/konstruksi, mekanikal dan elektrikal, taman/ruang luar, tata ruang dalam, dan lain sebagainya.

Hal-hal yang direncanakan diatas (arsitektur, struktur, ME, dll) akan diwujudkan dalam output perencanaan. Output sebuah perencanaan adalah dokumen rencana teknis yang paling tidak berisi : gambar rencana, gambar detail, rencana kerja dan syarat-syarat, syarat umum dan syarat khusus kontrak, Rencana Anggaran Biaya dan laporan perencanaan.



     2. Tahap Pelaksanaan

Dalam tahap pelaksanaan ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu : 
Bangunan baru boleh dilaksanakan tahapan konstruksinya pasca Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dikeluarkan oleh lembaga perijinan setempat. IMB adalah sebuah dokumen perijinan yang menjamin kekuatan hukum bagi pemilik gedung dalam melaksanakan proses konstruksi. 

Pembangunan harus dilakukan berdasarkan dokumen rencana teknis. Coba lihat lagi dokumen rencana teknis yang telah dicantumkan diatas. Dokumen rencana teknis ini mengatur semua hal dalam tahapan konstruksi. Definisi pembangunan ini berlaku untuk bangunan yang baru dibangun maupun bangunan yang dalam tahap renovasi. Jadi dalam renovasi bangunan pun, dokumen rencana teknis ini dibutuhkan, terutama jika bangunan yang direnovasi adalah bangunan dengan kompleksitas disain yang tinggi.

Lingkup pelaksanaan pembangunan meliputi :
  1. Pemeriksaan semua dokumen perencanaan. Periksa lagi kelengkapan dan kebenaran dokumen perencanaan. Jika perlu undang lagi konsultan perencananya untuk menanyakan hal-hal yang kurang dimengerti atau hal-hal yang perlu diadakan penyesuaian di lapangan.
  2. Persiapan lapangan harus dilakukan dengan baik. Jadwal kerja, mobilisasi sumber daya dan lain-lain harus dipersiapkan dengan seksama. Saya pernah menuliskan pekerjaan persiapan pada tulisan lain di blog ini.
  3. Tahapan konstruksi. Pada tahap inilah bangunan kita akan terlihat nyata. Pembangunan fisik, pelaporan kemajuan, penyusunan shop drawing dan as built drawing akan jelas nampak pada tahap ini. Shop drawing adalah penajaman detail konstruksi pada bagian-bagian yang membutuhkan perhatian khusus sedangkan as built drawing adalah gambar detail konstruksi yang menggambarkan hasil pembangunan baik itu yang sesuai gambar rencana maupun hasil pembangunan sesuai gambar penajaman shop drawing. 
  4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi. Undang Undang No 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengamanahkan owner dan pelaksana konstruksi untuk menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam proses pembangunan. Kesehatan dan Keselamatan Kerja ini ditujukan untuk melindungi para pekerja konstruksi agar dapat terus bekerja secara kontinyu dalam dunia konstruksi. Ingatlah bahwa investasi negara untuk mengahasilkan seorang pekerja konstruksi cukup besar dan karenanya sumber daya manusia pekerja konstruksi ini harus kita lindungi. Karena pembahasan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja ini panjang, maka kita akan membahasnya dalam tulisan terpisah.
  5. Pemeriksaan akhir (Commisioning Test). Pada saat tahap konstruksi sebuah bangunan selesai, harus diadakan pemeriksaan akhir untuk memastikan semua utilitas berjalan dengan baik.  Dengan pemeriksaan akhir yang baik, pengguna sebuah gedung dapat terlindungi dari kegagalan konstruksi sehingga keselamatan dan kenyamanan mereka terjaga.
  6. Penyerahan Akhir. Setelah commisioning test bagi sebuah gedung dilakukan, penerahan akhir dari kontraktor pelaksana ke owner bangunan dapat dilaksanakan. As built drawing, pedoman pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung/ME serta dokumen penyerahan hasil pekerjaan harus diserahkan kepada owner pada tahapan ini

Pengecekan utilitas perpipaan (saat commisioning test) pada sebuah bangunan

      3. Tahap Pengawasan

Tahap pengawasan ini harus dilakukan oleh konsultan pengawas sehingga mereka yang bekerja berkompeten dalam menjaga agar tahapan konstruksi berjalan dengan baik.
Pada keadaan tertentu, pengawasan ini dapat pula dilakukan oleh Manajemen Konsultan (MK). Detail pembahasan mengenai Konsultan MK ini dibahas di tulisan lain. 
Hal-hal yang harus diawasi oleh konsultan pengawas adalah kegiatan pengendalian biaya, mutu, waktu dan kelaikan fungsi. Konsultan pengawas bertugas memastikan biaya yang dikeluarkan owner  sesuai dengan yang direncanakan dalam RAB, mutu material yang digunakan sesuai dengan spesifikasi teknis dan waktu pembangunan tidak melewati durasi yang diinginkan oleh owner.
Kelaikan fungsi yang dimaksud adalah kesesuaian fungsi, persyaratan tata bangunan dan lingkungan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan dalam hubungannya dengan Ijin Mendirikan Bangunan. 

PEMANFAATAN

Pasca tahapan konstruksi, sebuah bangunan tidak boleh dibiarkan begitu saja keberadaannya. Kita sering melihat bangunan yang tidak terawat, kurang terpelihara dan menjadi tidak layak ditempati karena tiadanya perhatian dari pemilik bangunan. Karenanya pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan berkala sebuah bangunan mutlak dilakukan agar bangunan kita berumur panjang.

  1. Pemeliharaan
Pemeliharaan proses menjaga keandalan bangunan beserta prasarana dan sarana agar tetap laik fungsi. Pemeliharaan dapat dilakukan oleh perusahaan penyedia jasa pemeliharaan bangunan dan dapat juga dilakukan secara mandiri oleh pemilik bangunan gedung.  Meskipun tidak lagi berada pada tahap pembangunan fisik namun perusahaan/perorangan yang melakukan jasa pemeliharaan tetap harus memperhatikan faktor keselamatan dan kesehatan kerja. Lingkup pekerjaan pemeliharaan adalah : pembersihan, perapian, pemeriksaan, pengujian, dll. Setelah proses pemeliharaan selesai, penyedia jasa pemeliharaan bangunan harus membuat laporan yang akan digunakan oleh pemilik bangunan untuk memperpanjang Sertifikat Laik Fungsi.

    2. Perawatan
Perawatan adalah proses memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan dan/atau prasarana dan saran agar dapat berfungsi dengan baik.  Sebagaimana pemeliharaan, perawatan bangunan dapat dilakukan oleh perusahaan penyedia jasa pemeliharaan bangunan dan dapat juga dilakukan secara mandiri oleh pemilik bangunan gedung. Selain itu, perusahaan/perorangan yang melakukan jasa perawatan juga tetap harus memperhatikan faktor keselamatan dan kesehatan kerja pada saat bekerja. Lingkup pekerjaan perawatan hanya dua yaitu: perbaikan dan penggantian. Perbaikan dan penggantian ini dilakukan pada bagian bangunan, bahan bangunan maupun sarana/prasarana utilitas bangunan.
    
    3. Pemeriksaan berkala

Agar gedung kita awet maka wajib dilakukan pemeriksaan berkala untuk mendeteksi kerusakan yang terjadi sejak dini. Ibarat penyakita yang menggerogoti tubuh, jika bangunan yang kita tempat baru direhabilitasi pada saat kerusakan-kerusakan membesar maka tentu saja pembiayaannya akan menjadi semakin mahal. Oleh karena itu diperlukan inspeksi reguler agar kebutuhan biaya perawatan dan pemeliharaan tidak membengkak.
Pemeriksaan berkala terhadap bangunan dapat dilakukan oleh penyedia jasa badan usaha maupun penyedia jasa perorangan. Karena berhubungan dengan manusia dan alat kerja maka faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja tetap harus diutamakan.
Lingkup pemeriksaan bangunan gedung meliputi : (1) dokumen adminstrasi pelaksanaan, pemeliharaan dan perawatan, (2) pemeriksaan kondisi bangunan terhadap dokumen persyaratan teknis, (3) analisis dan evaluasi dan (4) laporan pemeriksaan berkala.
Pengawasan atas pemanfaatan bangunan gedung dapat dilakukan saat perpanjangan SLF atau pada saat terjadinya laporan/keluhan masyarakat atas gedung yang bersangkutan.
Pemerintah dapat melakukan pengawasan terhadap bangunan yang memiliki indikasi perubahan fungsi atau bangunan yang terindikasi membahayakan lingkungan.
Proses pengenalan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebelum mulai bekerja.

PELESTARIAN

Saat bangunan kita mencapai umur tertentu, maka bangunan kita menjadi bangunan yang unik dibandingkan dengan bangunan lain di sekitarnya. Bisa unik karena umurnya, bisa juga unik karena model bangunannya, atau kemungkinan keunikan lain adalah sejarah atau moment penting yang pernah terjadi berkenaan bangunan kita. Apalagi kalau moment tersebut berkaitan dengan kesejarahaan bangsa atau kesejarahan lokal. Karenanya bangunan yang memiliki keunikan-keunikan ini harus mendapatkan perhatian lebih banyak dari pada bangunan lainnya. Setelah proses pemeliharaan selesai, penyedia jasa pemeliharaan bangunan harus membuat laporan yang akan digunakan oleh pemilik bangunan untuk memperpanjang Sertifikat Laik Fungsi.

1. Penetapan

Sebuah gedung dapat ditetapkan sebagai bangunan yang perlu dilestarikan jika memenuhi paling tidak tiga syarat yaitu : (1) berumur paling tidak 50 tahun (2) mewakili gaya dan masa arsitektural tertentu dan (3) memiliki nilai sejarah, ilmu dan kebudayaan tertentu. Bangunan bersejarah ditetapkan oleh Presiden RI (usulan menteri) jika bangunan tersebut berskala nasional/internasional. Jika bangunan bersejarah tersebut berskala provinsi atau lintas kabupaten/kota maka penetapannya dilakukan oleh gubenur atas usulan dinas. Untuk bangunan bersejarah berskala lokal penetapannya ditandatangani oleh bupati/walikota atas usulan dinas. Bangunan-bangunan ini dibagi atas klasifikasi utama, madya dan pratama. 

2. Pemanfaatan
Pemanfaatan oleh pemilik harus sesuai kaidah pelestarian dan klasifikasi.  Jika pemilik bangunan ingin mengalihkan kepemilikan kepada pihak lain maka pemilik bangunan harus mengikuti perundang-undangan yang berlaku, terutama undang-undang mengenai cagar budaya.  Pemilik wajib melindungi bangunannya sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan. Dalam melakukan perlindungan, perawatan dan pemeliharaan pemilik bangunan bisa mendapatkan insentif dari pemerintah. 

3. Pemugaran

Tentu saja selera pemilik bangunan tidak sama dari waktu ke waktu. Atau bisa saja kebutuhan pemilik akan bangunannya berubah sehingga pemilik ingin merubah tampilan bangunannya menjadi lebih orisinil. Karena itu kegiatan pemugaran menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi pada suatu bangunan.  Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan merupakan kegiatan memperbaiki dan memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk aslinya. Kegiatan pemugaran bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan/atau dilestarikan harus mengacu kepada ketentuan dalam PP No 36 Tahun 2012.
Pemugaran gedung yang dilestarikan juga harus tetap mengikuti prinsip-prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Perlindungan dan pelestarian meliputi : keaslian bentuk, tata letak, metode pelaksanaan, sistem struktur, penggunaan bahan bangunan, nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (termasuk nilai arsitektur dan teknologi). 
Gedung Sate di Bandung, salah satu gedung yang dilestarikan karena nilai arsitektur dan nilai kesejarahannya.

PEMBONGKARAN

Pada saat bangunan mencapai tahap tertentu, bisa saja terjadi bangunan yang kita tempati menjadi tidak layak karena kerusakan yang terjadi diluar kendali pemilik bangunan. Karenanya bangunan itu harus dibongkar. Nah untuk melakukan pembongkaran kita harus memperhatikan hal-hal berikut :

1. Penetapan

Sebelum sebuah gedung dibongkar, gedung tersebut harus mendapatkan penetapan/persetujuan dari Pemda setempat.  Ada beberapa alasan yang mungkin bagi sebuah gedung untuk dibongkar yaitu : (1) tidak laik fungsi dan ketidaklaikannya tidak bisa diperbaiki lagi, (2) bangungan gedung tersebut pemanfaatannya bisa menimbulkan bahaya bagi lingkungan sekitar dan (3) tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan/IMB.  Tahap-tahap penetapan adalah sebagai berikut : (1) Pemerintah/pemda setempat melakukan identifikasi terhadap bangunan yang akan dibongkar atau akan diusulkan untuk dibongkar. (2) Pemerintah/pemda setempat menyampaikan hasil identifikasi kepada pemilik. (3) Pemilik atau pengguna bangunan melakukan kajian teknis tentang tata cara pembongkaran dan (4) Penetapan pembongkaran oleh pemerintah/pemda.

2. Pelaksanaan dan Pengawasan

Surat penetapan bongkar yang diterbitkan oleh pemerintah/pemda diatas harus menyebutkan batas waktu, prosedur dan ancaman sangsi jika ada pelanggaran.  Jika batas waktu pembongkaran terlewati maka pemerintah/pemda dapat menunjuk penyedia jasa untuk melakukan pembongkaran. Penyedia jasa ini harus dibiayai oleh pemilik gedung.  Pembongkaran yang pelaksanaannya berdampak luas atau berdampak kepada keselamatan umum harus dilakukan berdasarkan rencana teknis bongkar yang disusun oleh penyedia jasa perencanaan teknis yang bersertifikat. Pengawasan atas pekerjaan pembongkaran harus diawasi oleh penyedia jasa bersertifikat dan dilaporkan hasilnya kepada pemnerintah/pemda setempat.
Pembongkaran sebuah bangunan gedung dengan menggunakan alat berat


Demikianlah proses yang dialami sebuah gedung sejak ia direncanakan, dibangun, digunakan, dilestarikan hingga jika bangunan gedung itu harus direhabilitasi atau dibongkar. Jadi, jika masih ada yang mengatakan bahwa inti proses dalam sebuah bangunan adalah tahapan pembangunannya, maka tulisan ini bisa jadi argumen yang menjelaskan bahwa perencanaan, pemanfaatan, pelestarian dan bahkan pembongkaran adalah tahapan-tahapan lain yang sama pentingnya dengan pembangunan.
Semoga pertanyaan besar yang mengawali tulisan ini sudah bisa terjawab dan memuaskan kita semua.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Penyelenggaraan Bangunan Gedung. The Way We Care About Our Building"

Post a Comment