Penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau Dari Awal Pemrograman Hingga Pelestarian dan Pembongkaran (Bagian 7 dari 7 tulisan)

Bagi kalian yang pernah ngulik-ngulik blog ini sebelumnya, tentu pernah menyempatkan diri membaca tulisan tentang penyelenggaraan bangunan gedung. Tulisan itu adalah tentang bagaimana sikap kita terhadap eksistensi sebuah gedung sejak tahap awal ide sebuah gedung diimpikan oleh pemiliknya hingga tahap akhir jika sebuah gedung akan dimusnahkan (jika memang akan dimusnahkan). Nah kali ini pembahasan tentang penyelenggaraan bangunan gedung akan kita lihat dari sisi lain yaitu dari sisi bangunan gedung hijau (BGH). Ya, topik tentang bangunan gedung hijau ini sekarang menjadi topik menarik seiring menuanya Bumi kita dan semakin berkurangnya sumber daya yang kita gunakan untuk membangun dan merawat gedung-gedung kita. Demi efisiensi halaman maka untuk selanjutnya tulisan ini akan menyingkat istilah bangunan gedung hijau sebagai BGH.
Photo by www.kaboompics.com

Tahapan penyelenggaraan BGH terdiri atas tahap pemrograman, perencanaan teknis, pelaksanaan, pemanfaatan dan pembongkaran. Mari kita telusuri satu per satu.

1. Tahap Pemrograman
Ini adalah tahap dimana perencanaan awal sebuah BGH dilakukan. Tahapan ini menentukan sejauh mana pencapaian kinerja BGH tersebut dan sejauh mana pula keterlibatan pemangku kepentingan terjadi sepanjang poses penyelenggaraan untuk menjamin terpenuhinya kinerja yg diinginkan.
Untuk mewujudkan itu dibuatlah pedoman/alur yang akan kita lakukan yaitu :

a) Pemrograman BGH harus dilakukan oleh pemilik dengan menunjuk penyedia jasa yang berkompeten.

b) Fungsi dan klasifikasi harus ditentukan sesuai kebutuhan yang diinginkan. (lihat tulisan saya mengenai persyaratan BGH pada bagian matriks fungsi dan klasifikasi).

c) Pemilihan lokasi untuk BGH juga biasanya selektif yaitu pada kawasan padat bangunan, lahan terkontaminasi yang hendak dipulihkan, lokasi dengan intensitas bangunan tinggi, atau lokasi yang terkena peraturan wajib bangunan gedung hijau sesuai peraturan pemerintah atau pemda setempat.

d) Tingkat pencapaian kinerja harus ditentukan apakah BGH baru atau bangunan gedung yang telah lebih dulu dimanfaatkan.

e) Penentuan kinerja ini dilakukan dengan : (1) memperkirakan target kinerja BGH berdasarkan nilai rata-rata kinerja bangunan pada umumnya di kawasan perencanaan dan (2) menentukan asumsi kinerja BGH yang diinginkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota (atau pemerintah provinsi khusus utk DKI Jakarta) atau (3) dapat ditetapkan minimal 25% untuk konservasi energi dan 10% untuk konservasi air diatas nilai kinerja bangunan pada umumnya pada kawasan yang belum ditentukan target kinerjanya.

f) Identifikasi pemangku kepentingan yang akan terlibat dalam penyelenggaraan BGH sejak tahap perencanaan teknis, pelaksanaan konsrtruksi, pemanfaatan dan pembongkaran.

g) Penetapan konsepsi awal BGH yang antara lain meliputi (1) identifikasi ruang utama dan penunjang, (2) alternatif disain dan teknologi yang dapat digunakan dan (3) perencanaan pembiayaan berdasarkan pendekatan biaya siklus hidup bangunan sesuai kinerja yang diinginkan.

h) Penyusunan kajian kelaikan pembangunan BGH yang membahas antara lain (1) kesesuaian lokasi berdasarkan tata ruang/rencana induk setempat dan (2) tinjauan kelaikan penyelenggaraann BGH yang akan dibangun tersebut dari segi teknis, ekonomi, sosial dan lingkungan.

i) Penetuan metodologi penyelenggaraan BGH direkomendasikan dengan pilihan-pilihan sebagai berikut : (1) kinerja tinggi biaya tinggi/high performance high cost (2) kinerja optimal biaya optimal/optimum performance optimum cost dan pilihan ketiga (3) kinerja optimal biaya rendah/optimum performance low cost

j) Penetapan penyedia jasa yang berkompeten berdasarkan kualitas dan/atau pengalaman yang mendukung penyelenggaraan BGH serta kriteria tenaga ahli yang berkompeten. Penetapan metode pemilihan penyedia jasa juga sebaiknya green procurement yaitu terdapat efisiensi penggunaan kertas dan alat tulis, sistem jaringan yang terkoneksi kedalam internet dan informasi yang dapat diakses dengan aman melalui pengadaan elektronik e-procurement.

k) Pelaksanaan pemrograman harus dilakukan pada seluruh tahap perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan dan pembongkaran.  Pemrograman ini didasarkan pada kejelasan lingkup pekerjaan, pendanaan, jadwal dan pengelolaan risiko.

l) Apabila lingkup pekerjaan harus dikelompokkan kedalam sub-sub pekerjaan maka pekerjaan harus didasarkan pada metode penyelenggaraan yang paling optimal berdasarkan sumber data yang tersedia.

m) Pengelolaan risiko dan keterbatasan yang ada meliputi keselamatan, kesehatan, potensi bencana alam dan perubahan iklim.

n) Penyusunan laporan akhir tahap pemrograman yang berisi dokumentasi keseluruhan tahap pemrograman dan rekomendasi-rekomendasi serta kriteria-kriteria teknis yang dapat dikembangkan menjadi Kerangka Acuan Kerja perencanaan teknis BGH.

Tahapan Pemrograman memiliki syarat-syarat tertentu dan persyaratannya dapat anda perdalam pada tulisan ini.


2. Tahap Perencanaan Teknis
Tahapan perencanaan teknis adalah rangkaian kegiatan penyusunan dokumen perencanaan teknis BGH sesuai dengan rekomendasi dan kriteria yang telah ditetapkan dalam laporan akhir tahap pemrograman BGH. Keseluruhan rencana teknis yang berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan gedung ini nantinya harus dibuat dengan sedetail mungkin pada tahap ini. Pada tahap ini perencana bukan hanya akan melibatkan pemilik BGH namun juga banyak pihak lain yang akan berkontribusi pada tahap pembangunan seperti pemerintah setempat (terkait perizinan), toko material (terkait rantai pasok), masyarakat sekitar (terkait sosialisasi pembangunan), otoritas keamanan setempat (terkait pengamanan dan ketertiban) dan juga Tim Ahli Bangunan Gedung Hijau (terkait konsultasi teknis).
Agar perencanaan menjadi efektif maka alur yang akan dilakukan yaitu :

a) Perencanaan dilakukan oleh penyedia jasa perencanaan yang berkompeten yang memiliki sertifikat keahlian di bidangnya menurut ketentuan yang berlaku di dunia jasa konstruksi. Dalam dunia Green Building di Indonesia, kita mengenal organisasi yang menaungi para perencana BGH bersertifikat yaitu Green Building Council of Indonesia.

b) Alur selanjutnya adalah mengidentifikasi pihak yang terkait dalam kegiatan perencanaan teknis, termasuk identifikasi peran setiap pihak terkait, kemudian menetapkan siapa yang akan mewakili tiap pihak untuk melakukan kontak dalam membangun kerja sama yang efektif.

c) Pelaksanaan komunikasi yang efektif antara semua pihak terkait dilakukan dengan cara koordinasi untuk menyamakan tujuan, lingkup dan target kinerja BGH yang akan direncanakan.  Penyamaan persepsi ini penting karena BGH memiliki beberapa tingkatan dan perencana harus kompak dalam merencanakan tingkatan yang diinginkan oleh owner BGH.  Komunikasi dilakukan juga untuk bersosialisasi antar semua pihak yang terlibat dalam perencanaan dalam rangka mencari solusi atas tantangan penyelenggaraan BGH.

d) Penetapan kriteria rancangan teknis BGH sesuai dengan target kinerja/tolok ukur/sertifikat yang disepakati.

e) Penyusunan dokumen rencana teknis yang terintegrasi dengan cara melakukan koordinasi antara semua pihak yang terlibat termasuk berkonsultasi kepada TABGH, melakukan sosialisasi dan berkomunikasi kepada lingkungan tapak bangunan, mengelaborasikan persyaratan teknis pada tahap perencanaan dan membuka peluang untuk berinovasi dalam perencanaan BGH yang bersangkutan. 

f) Dokumen perencanaan teknis BGH meliputi (1) rencana arsitektur, (2) rencana struktur, (3) rencana mekanikal & elektrikal, (4) rencana tata ruang luar, (5) rencana tata ruang dalam/interior, (6) spesifikasi teknis, (7) rencana anggaran biaya, (8) perhitungan reduksi emisi karbon, (9) perhitungan teknis pencapaian efisiensi energi, (10) perhitungan teknis pencapaian efisiensi air, (11) perhitungan teknis pencapaian efisiensi sumber daya lainnya dan (12) perkiraan siklus hidup bangunan.

g) Penyedia jasa rencana teknis harus mempertimbangkan kemampuan pemasok terkait batas maksimum penggunaan energi, air dan sumber daya lainnya.

h) Pengkajian ulang terhadap hasil rencana teknis untuk memastikan kualitas hasil perencanaan teknis meliputi kajian terhadap pencapaian hasil perencanaan teknis apakah sesuai dengan tahapan, kajian terhadap keterbangunan (constructability), pelibatan tim independen untuk melakukan kaji ulang dan value engineering jika dibutuhkan.

i) Bersama dengan owner BGH penyedia jasa perencanaan teknis mengajukan permohonan IMB dan melakukan pendaftaran BGH kepada instansi teknis terkait dan/atau OPD yang membidangi bangunan gedung.

j) Penyiapan Laporan Akhir Tahap Perencanaan Teknis yang terdiri dari dokumentasi tahap perencanaan teknis dan penyiapan dokumen-dokumen yang diperlukan berupa gambar rencana detail (detailed engineering drawings), spesifikasi dan rekomendasi teknis serta perhitungan teknis yang dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari dokumen pengadaan pada tahap pelaksanaan konstruksi. 

k) Pengendalian tahap perencanaan teknis ini dilakukan setiap akhir kegiatan dengan memperhatikan keterpaduan hasil antar kegiatan melalui daftar kendali (checklist) terhadap dokumen perencanaan teknis.

Tahapan Perencanaan BGH memiliki syarat-syarat tertentu dan persyaratannya dapat anda perdalam pada tulisan ini.


3. Tahap Pelaksanaan
Ini adalah tahap dimana rangkaian kegiatan pembangunan fisik bangunan gedung hijau berdasarkan dokumen perencanaan teknis bangunan yang telah dibuat sebelumnya. Dokumen perencanaan teknis ini memuat persyaratan-persyaratan teknis guna mencapai kinerja BGH yang diinginkan.
Alur yang akan kita lakukan yaitu :

a) Pelaksanaan dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi yang yang berkompeten di bidangnya.

b) Penyusunan  dokumen rencana pelaksanaan konstruksi BGH yang memuat metodologi dan prosedur operasi standar (POS) pengelolaan sumber daya dalam rangka pemenuhan persyaratan proses konstruksi hijau, praktik perilaku hijau dan rantai pasok hijau dan penyusunan gambar kerja pelaksanaan konstruksi (shop drawing).

c) Dokumen rencana pelaksanaan konstruksi ini wajib dikomunikasikan dengan penyedia jasa perencanaan teknis, penyedia jasa manajemen konstruksi dan pemilik dan/atau calon pengelola BGH untuk mendapatkan persetujuan.

d) Pengajuan perizinan kepada instansi teknis yang membidangi perizinan/penyelenggaraan bangunan gedung di daerah. Pengajuan izin ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahap perencanaan teknis. Dengan demikian pihak pelaksana tetap bertugas mengawal agar izin ini dapat keluar sebelum pelaksanaan pembangunan dimulai.

e) Pelaksanaan konstruksi BGH sesuai dengan dokumen perencanaan teknis dan dokumen pelaksanaan konstruksi BGH dengan tetap mengacu pada target kinerja/tolok ukur/sertifikat yang disepakati.

f) Koordinasi dengan instansi teknis terkait guna melakukan pemeriksaan kelaikan fungsi dan/atau menggunakan penyedia jasa pengkaji teknis yang berkompeten di bidangnya.

g) Pelaporan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi BGH dalam rangka memperoleh sertifikat laik fungsi (SLF) untuk BGH baru.

h) Hasil dari tahap pelaksanaan konstruksi ini terdiri dari BGH itu sendiri dan Laporan Akhir Tahap Pelaksanaan Konstruksi. Laporan Akhir Tahap Pelaksanaan Konstruksi memuat gambar terbangun (as built drawing), dokumentasi seluruh tahapan pelaksanaan fisik, pedoman pengoperasian, dokumen perizinan serta dokumen permohonan pemeriksaan kelaikan fungsi BGH.

Tahap pembangunan sebuah gedung bertingkat

Sebagai gedung yang unik dan tidak biasa, tentu saja banyak hal yang harus diperhatikan dalam pembangunannya. Nah anda dapat membaca persyaratannya dalam tulisan ini.

4. Tahap Pemanfaatan
Tahap pemanfaatan adalah tahap penggunaan BGH sesuai dengan fungsinya, termasuk kegiatan pemeliharaan, pemeriksaan berkala dan perawatan bangunan agar kinerja yang diinginkan tetap terjaga.

a) Pemanfaatan dilakukan oleh pemilik dan/atau pengelola BGH melalui divisi yang bertanggung jawab atas pemeliharaan, pemeriksaan berkala dan perawatan bangunan atau bisa juga dengan menunjuk penyedia jasa yang berkompeten di bidangnya.

b) divisi yang bertanggung jawab atas pemeliharaan, pemeriksaan berkala dan perawatan BGH menyusun rencana pemeliharaan, pemeriksaan berkala dan perawatan BGH agar kinerjanya tetap terjaga sesuai dengan umur layanan.

c) Pemilik dan/atau pengelola dapat menggunakan penyedia jasa yang berkompeten sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan bidang jasa konstruksi dalam pelaksanaan pemeliharaan, pemeriksaan berkala dan perawatan BGH 

d) Pemilik dan/atau pengelola dapat melaksanakan kegiatan sosialisasi, promosi dan edukasi terhadap pengguna dan penghuni bangunan gedung guna meningkatkan kesadaran pengguna tentang prinsip BGH dalam kegiatan sehari-hari termasuk menyusun panduan pemanfaatan bagi pengguna/penghuni.

e) Panduan singkat bagi pengguna/penghuni BGH dapat berupa tata cara praktis untuk berkontribusi pada terjaganya kinerja BGH tersebut yaitu paling tidak berisi panduan hemat energi, panduan hemat air, panduan pengelolaan sampah dan panduan pemasangan/penggunaan peralatan yang menggunakan listrik.

f) Kegiatan pemeliharaan, pemeriksaan berkala dan perawatan BGH dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan.

g) Pengelolaan rangkaian kegiatan pemanfaatan termasuk melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap sistem dan komponen BGH dalam rangka mempertahankan kinerja sesuai dengan tingkat target kinerja/tolok ukur/sertifikat yang disepakati.

h) Penggunaan inovasi metodologi dalam pelaksanaan  kegiatan pemeliharaan, pemeriksaan berkala dan perawatan BGH

i) Pelaksanaan evaluasi kinerja BGH dilakukan paling sedikit sekali dalam kurun waktu 12 bulan.

j) Audit kinerja BGH dilaksanakan secara lebih mendalam jika berdasarkan kegiatan pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan berkala BGH menunjukkan indikasi penurunan kinerja yang berpotensi menjadi masalah (potential problem).

k) Penyusunan laporan kegiatan pemeliharaan perawatan dan pemeriksaan berkala BGH dapat dijadikan dasar bagi permohonan sertifikat kelaikan fungsi (SLF) periode berikutnya.

l) Laporan kegiatan pemeliharaan perawatan dan pemeriksaan berkala BGH disampaikan kepada instansi teknis terkait untuk penerbitan SLF perpanjangan (periode berikutnya).

m) Untuk bangunan yang dilindungi dan dilestarikan selain melakukan audit kinerja, perlu juga dilakukan kajian identifikasi menyeluruh terhadap komponen bangunan terutama komponen yang wajib dilindungi dan dilestarikan dalam menyusun dokumen teknis perencanaan pemanfaatan untuk menyesuaikan penerapan persyaratan BGH dengan ketentuan perundangan-undangan tentang bangunan gedung cagar budaya. 

n) Hasil tahap pemanfaatan BGH terdiri atas dokumen rencana pemeliharaan, pemeriksaan berkala dan perawatan beserta laporannya secara periodik, panduan praktis penggunaan bagi pemilik dan pengguna, dokumentasi seluruh tahap pemanfaatan dan BGH yang telah dilakukan pemeliharaan, pemeriksaan berkala dan perawatan sesuai dengan kinerja yang ditetapkan.

o) Dokumen rencana pemeliharaan, pemeriksan berkala dan perawatan beserta laporannya dan panduan praktis penggunaan bagi pemilik dan pengguna digunakan sebagai bagian dari pengajuan pemeriksaan kelaikan fungsi tahap berikutnya guna memperoleh SLF perpanjangan serta juga dalam memperoleh penilaian dalam rangka sertifikasi. 

Pemanfaatan BGH secara benar harus mengikuti kaidah-kaidah berikut dalam tulisan ini.

5. Tahap Pembongkaran
Tahap ini adalah tahap dimana terdapat rangkaian kegiatan dengan pendekatan dekonstruksi yaitu mengurai material dan/atau komponen bangunan dari bangunan terbangun yang ditujukan untuk meminimalkan sampah konstruksi dan meningkatkan nilai guna material dengan cara memanfaatkan kembali (reuse) dan jika memungkinkan mendapatkan kembali material baru melalui proses siklus ulang (recycle).
Alur yang akan kita lakukan pada tahap pembongkaran yaitu :

a) Pembongkaran dilakukan oleg penyedia jasa yang berkompeten di bidangnya.

b) Pelaksanaan identifikasi komponen bangunan yang dapat didaur ulang, dimanfaatkan kembali dan/atau dimusnahkan.

c) Penyusunan dokumen rencana teknis pembongkaran (RTB) yang memuat antara lain metodologi pembongkaran dan pengelolaan sumber daya yang meliputi antara lain aspek material, tenaga, peralatan yang digunakan dan penggunaan energi dan air.

d) Penyusunan RTB harus mempertimbangkan pendekatan siklus daur material tertutup (cradle to cradle) dalam daur ulang/pemanfaatan kembali/pemusnahan material hasil pembongkaran.

e) Pengajuan permohonan atas RTB kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi (untuk DKI Jakarta) yang ditujukan kepada OPD terkait yang membidangi bangunan gedung dan OPD terkait lainnya, disertai dengan laporan akhir hasil pemeriksaan secara berkala pada tahap pemanfaatan.

f) Pelaksanaan pembongkaran harus sesui dengan dokumen RTB yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah setempat.

g) Pelaksanaan pembongkaran dilakukan dengan pendekatan dekonstruksi sesuai dengan dokumen RTB dan mengacu kepada target kinerja atau tolok ukur.

h) Pelaksanaan pembongkaran dilakukan semaksimal mungkin secara manual dan jika harus menggunakan alat berat maka pengerjaannya harus berhati-hati.

i) Melakukan pemilahan atas material/komponen bangunan yang masih bisa dimanfaatkan atau masih dbisa di daur ulang atau yang harus dimusnahkan.

j) Pelaksanaan dokumentasi pada setiap tahapan pembongkaran termasuk daftar material/komponen bangunan yang masih bisa dilakukan proses reuse dan recyle.

k) Pelaporan hasil pembongkaran BGH kepada OPD yang membidangi bangunan gedung guna melakukan pemutakhiran data bangunan gedung.

l) Hasil tahap pembongkaran adalah berupa Laporan Akhir Tahap Pembongkaran BGH yang memuat dokumentasi seluruh tahap pembongkaran.

Persyaratan khusus untuk pembongkaran BGH dapat anda lihat disini.

Demikianlah apa yang harus kita lakukan sehubungan dengan kepemilikan kita terhadap bangunan gedung hijau, mulai sejak BGH diprogramkan hingga saat BGH dibongkar atau dimusnahkan.
Semoga bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau Dari Awal Pemrograman Hingga Pelestarian dan Pembongkaran (Bagian 7 dari 7 tulisan)"

Post a Comment