TITIK RAWAN PROGRAM PENGENTASAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI INDONESIA

 

Penanganan kawasan permukiman saat ini memulai babak baru dengan dimulainya RPJMN 2019 2024.  Jumlah penduduk yang makin besar, sumber daya alam yang makin menipis & perkembangan ekonomi yang tidak menggembirakan adalah beberapa dari sekian banyak faktor yang menjadi tantangan penanganan kawasan permukiman terutama di kota-kota menengah & besar.  Sampai akhir tahun 2019 kegiatan pengembangan kawasan permukiman telah mampu menurunkan luas permukiman kumuh perkotaan sebesar 32.222 ha, yaitu dari 38.431 Ha permukiman kumuh pada tahun 2014 menjadi 6.209 Ha pada akhir tahun 2019.
Di Kawasan perdesaan telah dilakukan pembangunan dan pengembangan infrastruktur permukiman seluas 103.770 Ha.
Di Kawasan khusus telah dilakukan pembangunan dan pengembangan infrastruktur permukiman seluas 5.349 Ha.
Pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui pendampingan pembangunan infrastruktur berbasis masyarakat yang hingga tahun 2019 mencapai 11.067 kelurahan dengan luas permukiman 7.927 Ha.
Keseluruhan apa yang telah dicapai pemerintah, masyarakat & dunia usaha ini tentu saja masih menyisakan tantangan besar yang memerlukan penyelesaian yang menyeluruh.  Upaya yang dilaksanakan oleh berbagai stakeholder sebenarnya bukan  tidak menyeluruh.  Kerja sama berbagai pihak sudah dilakukan namun upaya-upaya tersebut masih menemui banyak kendala.  Selama beberapa dasawarsa telah begitu banyak energi, ide/fikiran, uang & tenaga yang dikeluarkan pemerintah dalam menyelesaikan masalah kekumuhan yang menghantui kota-kota di Indonesia.  Seluruh sumber daya yang diivestasikan untuk penanganan masalah kekumuhan ini berpotensi mengalami set back alias kemunduran jika kita tidak menyikapinya dengan hati-hati.  Ada beberapa titik rawan yang perlu dikenali agar kumuh yang pernah dientaskan tidak kembali menjadi masalah di kawasan-kawasan yang sudah pernah disentuh dan dibebaskan dari kekumuhan.  Titik rawan penyelesaian masalah kekumuhan itu adalah :

1. Kelembagaan

    Sebuah lembaga yang dapat diandalkan dalam pemeliharaan asset yang pernah dibangun untuk mengentaskan kekumuhan harus dibentuk.  Menyepelekan hal ini bisa menyebabkan asset terbengkalai & tidak berfungsi maksimal.

a.    Bentuk lembaga

Lembaga yang dimaksud bukanlah lembaga dengan struktur rumit seperti yang terdapat dalam pemerintahan.  Namun meskipun miskin struktur lembaga ini haruslah kaya fungsi dan dapat menjamin keberlanjutan infrastruktur yang pernah dibangun sehingga kawasan tidak kembali menjadi kumuh beberapa waktu pasca pembangunan. 

b.    Legalitas lembaga

Meskipun strukturnya sederhana, legalitas lembaga ini dapat diperkuat misalnya dengan  menerbitkan surat keputusan di tingkatan pemerintahan tertentu seperti desa/kelurahan, kecamatan bahkan jika perlu diputuskan dengan SK bupati/walikota.  Dengan legalitas ini lembaga bersangkutan memiliki landasan hukum yang jelas dalam bergerak di masyarakat.  Lembaga ini juga dapat terlibat dalam urusan resmi pemerintahan yang menuntut legalitas kelembagaan seperti hibah dana, peralatan, kesempatan berusaha, kerja sama usaha dan lain sebagainya.

c.     Fungsi lembaga

Lembaga ini dibentuk dengan tujuan melakukan pemeliharaan terhadap asset yang pernah dibangun sehingga fungsi yang direncanakan untuk asset tersebut dapat terus dicapai dengan baik sekalipun asset tersebut telah berumur panjang.  Dengan demikian salah satu tantangan pembangunan infrastruktur dalam menanggulangi kekumuhan yaitu terbatasnya dana dapat diatasi.  Dengan pemeliharaan yang dilakukan oleh lembaga ini, dana pembangunan dapat dialihkan untuk penanganan infrastruktur lainnya atau untuk mengentaskan kekumuhan di kawasan lainnya.


2. Pemeliharaan

    Tidak jarang kita mendapati, aset investasi infrastruktur yang sudah dibangun bertahun-tahun di sebuah kawasan menjadi terlantar dan akhirnya tidak maksimal fungsinya karena tiadanya pemeliharaan dari masyarakat setempat.  Karenanya penting untuk dijelaskan kepada masyarakat sekitar atau untuk masyarakat pemanfaat bahwa untuk menjaga keberlanjutan fungsi asset  tersebut harus mendapatkan pemeliharaan dan perawatan.  Terutama untuk asset yang pengoperasiannya rumit dan memerlukan bahan baku khusus seperti instalasi pengolahan sampah, instalasi pengolahan air, bangunan/ruang pertemuan, dll. 

Salah satu contoh asset infrastruktur yang membutuhkan pemeliharaan yang agak rumit & teratur. Instalasi Pengelolaan Air lImbah. Photo by Wikipedia

 Pemeliharaan ini selain dapat menambah umur asset seperti dijelaskan diatas dapat juga membawa efek ekonomi kepada masyarakat sekitar.  Dengan memelihara bangunan MCK umum misalnya, iuran yang diterapkan pada pemanfaat MCK selain dapat digunakan untuk memperbaharui pipa, mengganti balon lampu, mengecat ulang atau mengganti atap seng yang bocor dapat juga disimpan untuk dipergunakan untuk hal-hal lain yang berkaitan seperti membangun sumur, membuat saluran di sekitar MCK, memanfaatkan limbah tinja untuk gas elpiji, dll.  Pada contoh lain, jika asset yang dibangun berbentuk bangunan pertemuan, pasar tradisional, pemandian umum, instalasi pengolahan air, instalasi pengelolaan sampah, pemadam kebakaran bergerak skala kecil (mini mobile fire rescue), dll maka tentu saja sumber daya yang diperlukan menjadi lebih kompleks.

MCK yang terpelihara karena partisipasi yang tinggi oleh masyarakat Kelurahan Pringgokusuman, Yogyakarta. Photo by PU.go.id/KOTAKU

Akan tetapi perlu diingat bahwa pemeliharaan (termasuk pemanfaatan) asset ini tidak boleh merubah kepemilikan asset.  Aset yang dipelihara harus tetap menjadi milik pemerintah dan tidak boleh dialihkan menjadi milik pribadi/golongan/aliran/kelompok manapun sekalipun pemeliharaan dilakukan oleh masyarakat pemanfaat ataupun oleh kelompok pemanfaat lain dengan jalan kerja sama.  Pemeliharaan asset yang dilaksanakan oleh masyarakat ini dapat berbentuk perbaikan, perawatan, penggantian sebagian atau keseluruhan komponen tertentu, dll.  Selain itu dalam proses pemeliharaan, asset tertentu dapat saja disewakan, dikerjasamakan pemanfaatannya atau dipinjampakaikan kepada pihak lain melalui perjanjian dengan durasi waktu tertentu.

     

 3. Kesinambungan Investasi 

  Keberlanjutan investasi pembangunan infrastruktur dapat berarti dua hal.  Pertama, keberlanjutan dalam konotasi kontinuitas dan yang kedua keberlanjutan dalam konotasi keselamatan lingkungan.  Kedua konotasi ini dapat diadopsi bersama secara konseptual.  Artinya, pemeliharaan investasi pembangunan infrastruktur harus secara kontinyu dilaksanakan dan juga proses pemeliharaan dan pemanfaatan tersebut tetap memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan keselamatan lingkungan sehingga anak cucu warga sekitar dibangunnya asset tersebut dapat menikmati kawasan yang bebas kumuh sampai kapanpun sembari tetap memberi dukungan terhadap keberlanjutan keselamatan lingkungan di kawasan tersebut.

  Agar kesinambungan tetap terjadi, pemeliharaan asset mutlak dilakukan.  Bahkan jika dimungkinkan pemeliharaan seharusnya bisa memberikan efek positif terhadap ekonomi warga sekitar dengan cara memanfaatkan kerja sama atau penyewaan, peminjaman, dan pola-pola kolaborasi lainnya.  Dengan demikian, lama kelamaan akan terjadi efek kesejahteraan pada warga sekitar disebabkan oleh pembangunan asset tersebut.  Dua sasaran sekaligus bisa selesai. Kumuh teratasi, masalah ekonomi (kemiskinan) perlahan-lahan bisa terentaskan.

    

4. Kolaborasi

    Pada Tahun Anggaran 2015 APBN Indonesia teranggarkan sebanyak 2500 T. Anggaran itu adalah separuh dari anggaran ideal yang diluncurkan pada tahun tersebut yaitu 5000 T.  Kondisi ini kurang lebih sama terjadi pada tahun-tahun selanjutnya hingga sekarang.  Dengan kata lain, dana yang dimiliki pemerintah sebenarnya hanya bisa memenuhi separuh dari kebutuhan infrastruktur yang dibangun untuk mengentaskan kawasan kekumuhan.  Karenanya perlu untuk dipikirkan pola pembiayaan lain yang dapat menutupi defisit tersebut.  Kolaborasi pendanaan adalah salah satu solusinya.  Menggandeng pihak swasta dalam pembiayaan pembangunan sebenarnya sudah sejak lama dipikirkan oleh pemerintah namun kondisi kebijakan pemerintah belum memungkinkan pelaksanaannya secara massif.  Hari ini pemerintah sudah mulai menggaungkan pelibatan swasta ini secara lebih dalam seperti misalnya dengan terbitnya berbagai regulasi yang mengatur Kerja Sama Pemerintah & Badan Usaha.

Bandara Komodo, Kabupaten Manggarai Barat NTT
Sumber Foto: Berita Media Indonesia, Desember 2019

    Selain kolaborasi dengan pihak swasta, kerja sama pendanaan investasi infrastruktur untuk mendukung pengentasan kekumuhan bisa juga dilaksanakan dalam bentuk gerakan bersama membangun kawasan kumuh dengan multi sumber dana pemerintah.  Contohnya adalah dengan mensinergikan dana APBN, APBD I, APBD II, DD & ADD dalam satu kawasan.  Dengan cara ini, kawasan yang disasarkan dientaskan kekumuhannya dapat lebih cepat terselesaikan.


5. Evaluasi Proses Penanganan

Jamak kita temui, setelah usaha panjang dan investasi besar-besaran yang dilakukan, kita masih belum tahu seberapa besar efek positif yang telah dirasakan masyarakat.  Instrumen pengukuran pun menjadi wajib di posisi ini.  Dengan instrument pengukuran yang benar, efektifitas dan efisiensi program dapat dievaluasi oleh think tank sebuah daerah.  Selain itu dengan instrument evaluasi pengelola program bisa mendapatkan masukan yang baik untuk pengembangan program kedepan dan juga masukan yang baik untuk menghindari inefisiensi input sumber daya di masa yang akan datang.

Instrumen evaluasi yang umum dipakai misalnya adalah dengan mengedarkan kuisioner kepada masyarakat dimana program pengentasan kumuh dilaksanakan, melakukan audit independen terhadap program-program kekumuhan yang sudah terlaksana dan bisa juga dengan mengadakan Focus Group Discussion mengenai hal-hal yang telah dilakukan sehubungan dengan pengentasan kekumuhan.

Evaluasi bisa dilaksanakan oleh pihak internal pemerintah desa/kelurahan, bisa dilakukan oleh pihak pengelola program dan dapat juga dilakukan oleh pihak eksternal untuk menguji sejauh mana efektifitas program telah dilaksanakan.

Demikian titik-titik rawan yang bisa ditemui oleh semua pihak yang terlibat dalam pengentasan kekumuhan.  Titik-titik rawan ini bisa dihindari jika semua pihak yang terlibat dapat menyadari, mengevaluasi dan kemudian mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghindarinya atau memperbaikinya jika sudah terlanjur terjadi.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TITIK RAWAN PROGRAM PENGENTASAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI INDONESIA"

Post a Comment